Skip to main content

KHAZANAH PEMIKIRAN ULAMA ISLAM (Ilmu Pendidikan Islam)





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam catatan sejarah, perkembangan pemikiran kependidikan Islam diawali ketika Dinasti Abbasiyah mengalami renaissance. Saat itu pemikiran kependidikan Islam tampak pada titik kulminasi (puncak tertinggi).Sedangkan titik baliknya terjadi pada masa-masa ketika sebagian besar pemikiran-pemikiran ilmuwan Islam mengalami kemandekan sampai abad ke-14.[1] Kemudian baru pada abad ke 19 sebagai abad kebangkitan Islam, mulai ada respon  terhadap ilmu-ilmu pengetahuan modern.
Sejarah juga mencatat munculnya tokoh-tokoh atau “pahlawan” dari kalangan ulama Islam yang mempunyai andil dalam pengembangan Ilmu Pendidikan Islam melalui pemikiran-pemikiran mereka. Dari sekian banyak di antara mereka, untuk skala dunia tercatat di antaranya, Imam Al Ghazali, Ibnu Khaldun, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, dan KH. Abdurrohman Wahid.
Di dalam penyusunan makalah ini, kami akan menyampaikan pemikiran-pemikiran ulama Islam dalam hal upaya mereka untuk pengembangan kaidah Pendidikan Islam dengan pola pemikirannya. Dan sudah selayaknyalah kita menelaah lebih jauh bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan oleh tokoh-tokoh tempo dulu yang membawa kemajuan pada Pendidikan Islam dahulu sampai sekarang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian pemikiran dan pengembangan Ilmu Pendidikan Islam ?
2.      Siapa tokoh pemikiran ulama tentang ilmu Pendidikan islam ?
3.      Bagaimana pemikiran ulama dalam pengembangan Pendidikan islam ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya adalah
1.      Untuk mengetahui pengertian pemikiran dan pengembangan ilmu Pendidikan islam
2.      Untuk mengetahui sebagian tokoh pemikiran ulama mengenai ilmu Pendidikan islam
3.      Untuk mengetahui pemikiran dan pengembangan ulama tentang Pendidikan islam



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pemikiran dan Pengembangan
  1. Pemikiran
Secara etimologi pemikiran dapat diartikan sebagai upaya cerdas (ijtihady) dari proses kerja akal dan kalbu untuk melihat fenomena dan berusaha mencari penyelesaiannya secara bijaksana
  1. Pengembangan
pemikiran pengembangan Ilmu Pendidkan Islam adalah proses kerja akal dan kalbu yang dilakukan secara bersungguh-sungguh dalam melihat berbagai persoalan yang ada dalam pendidikan Islam dan berupaya untuk membangun sebuah peradaban pendidikan yang mampu menjadi wahana bagi pembinaan dan pengembangan peserta didik secara paripurna.
Pemikiran  pengembangan Ilmu Pendidikan Islam mengajak seseorang untuk berfikir analitis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam menghadapi berbagai praktek di bidang pendidikan untuk dikaji dan ditelaah lebih lanjut mengenai pemikiran dan teori-teori yang dibangun oleh para pendahulunya.

B.     Pemikiran ulama dalam pengembangan peradaban islam
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa banyak sekali pemikiran-pemikiran ulama yang dijadikan rujukan dalam pengembangan Pendidikan Islam, diantaranya ialah:
  1. Imam Al-Ghazali
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhmmmad ibn Muhammad al-Ghazali. Ia lahir pada tahun 450 H bertepatan dengan 1059 M di gazaleh suatu kota kecil yang terletak di Thus, wilayah Khurasan. Beliau wafat di Tabristan wilayah propinsi Tush pada tanggal 15 Jumadil Akhir 505 H bertepatan dengan 1 Desember 1111 M. [1]
Al-Ghazali adalah seorang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Beliau melihat bahwa ilmu itu sendiri adalah keutamaan dan melebihi segala-galanya. Oleh sebab itu menguasai ilmu baginya termasuk tujuan pendidikan dengan melihat nilai-nilai yang dikandungnya dan karena ilmu itu merupakan jalan yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di akhirat serta sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah
Oleh karena itu Al-Ghazali menyimpulkan bahwa, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat.[2] Maka sistem pendidikan itu haruslah mempunyai filsafat yang mengarahkan kepada tujuan yang jelas.
Luasnya ilmu pengetahuan yang dikuasai Al-Ghazali, sangat mempengaruhi sistem pendidikan yang diterapkannya, sehingga Al-Ghazali dijuluki filosof yang ahli tasawuf (Failasuf al-Mutasawwifin).[3]
Arahan pendidikan Al-Ghazali menuju manusia sempurna yang dapat mencapai tujuan hidupnya yakni kebahagiaan dunia dan akhirat yang hal ini berlangsung hingga akhir hayatnya.
Aspek-aspek pendidikan menurut Al-Ghazali adalah :
1)      Aspek pendidikan keimanan
Al-Ghazali mengatakan “Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota.” 
2)      Aspek pendidikan akhlak
Bidang ilmu pengetahuan yang paling banyak mendapat perhatian, pengkajian dan penelitian Al-Ghazali adalah lapangan ilmu akhlak karena berkaitan dengan prilaku manusia, sehingga hampir setiap kitab-kitabnya yang meliputi berbagai bidang selalu ada hubungannya dengan pelajaran akhlak dan pembentukan budi pekerti manusia.
3)      Aspek pendidikan akliah
Menurut Al-Ghazali, “Akal adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan, tempat terbit dan sendi-sendinya. Ilmu pengetahuan itu berlaku dari akal, sebagaimana berlakunya buah-buahan dari pohon, sinar dari matahari dan penglihatan dari mata.”
4)      Aspek  pendidikan social
Dalam ihya Ulumuddin juz 1, Al-Ghazali mengatakan :
“Akan tetapi, manusia itu dijadikan Allah SWT, dalam bentuk yang
tidak dapat hidup sendiri. Karena tidak dapat mengusahakan sendiri
seluruh keperluan hidupnya baik untuk memperoleh makanan dengan
bertani, berladang dan memperoleh roti dan nasi, memperoleh
pakaian dan tempat tinggal serta menyiapkan alat-alat untuk
semuanya. Dengan demikian manusia memerlukan pergaulan dan
saling membantu.”
5)      Aspek pendidikan jasmaniah
Menurut Al-Ghazali keutamaan-keutamaan jasmaniah terdiri dari-dari empat macam: kesehatan jasmani, kekuatan jasmani, keindahan jasmani, dan panjang umur.[4]
  1. Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abdullah Abd al-Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun. Ia dilahirkan di Tunisia pada bulan Ramadhan 732 H/1332 M, dari keluarga ilmuwan dan terhormat yang telah berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan pemerintahan.[5]
Buku pengantar yang berjudul al-Muqaddimah menjadikan nama Ibn Khaldun begitu harum. Muqaddimah adalah sebuah karya Ibn Khaldun yang merupakan pengantar dari kitab Al-`Ibar, kini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia menjadi bukti terpenting betapa piawainya Ibn Khaldun dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan. Keahliannya dalam sosiologi, filasafat, ekonomi, politik dan budaya, tampak jelas dalam buku ini. Pada saat yang sama, Ibn Khaldun juga tampak sangat menguasai ilmu-ilmu keislamannya, ketika menguraikan tentang ilmu hadits, fiqh, ushul fiqh, dan lainya.
Pemikiran Ibnu Khaldun dalam bidang pendidikan meliputi tentang manusia didik, ilmu, metode pengajaran, dan spesialisasi. Dalam melihat manusia ia tidak terlalu menekankan kepada kepribadiannya akan tetapi kepada hubungannya dan interaksinya terhadap kelompok yang ada dalam masyarakat.
Ibnu Khaldun berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Oleh karena itu mampu melahirkan ilmu dan teknologi, dan sifat-sifat ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Selanjutnya ia berpendapat bahwa pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban.[6]
Penyelidikan ilmiah yang dilakukan oleh Ibn Khaldun dimulai dengan menggunakan tradisi berfikir ilmiah dengan melakukan kritik atas cara berfikir “model lama” dan karya-karya ilmuwan sebelumnya, dari hasil penyelidikan mengenai karya-karya sebelumnya, telah memberikan kontribusi akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang sahih, pengetahuan ilmiah buat pengetahuan yang otentik. [7]
            Ibn Khaldun membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga macam yaitu ilmu lisanilmu naqli dan ilmu aqli.
1)      Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika) sastra atau bahasa yang disusun secara puitis (syair)
2)      Ilmu naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi, ilmu ini berupa membaca kitab suci al-Qur`an dan tafsirnya, sanad dan hadits dan pentasbihannya serta istinbath tentang keadaan-keadaan fiqih. Dari al-Qur`an itulah didapat ilmu-ilmu tafsir, ilmu usul fiqih yang dapat dipakai untuk menganalisa hukum Allah melalui istinbath.
3)      Ilmu aqli yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya fikir atau kecendrungan kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Termasuk didalam kategori ilmu ini adalah ilmu mantiq (logika), ilmu alam, ilmu tehnik, ilmu hitung, ilmu tingkahlaku (behavior), termasuk juga ilmu sihir dan ilmu nujum (perbintangan). Mengenai ilmu nujum menurutnya adalah ilmu yang fasik karena ilmu dapat meramalkan segala kejadian yang belum terjadi, merupakan hal tercela.
Dalam metode pengajaran Ibn Khaldun menggunakan metode berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit. Dan ia menganjurkan agar seorang itu bersikap sopan dan halus pada muridnya, hal ini juga termasuk sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah guru utama bagi anaknya.[8]
Dan, Ibn Khaldun mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi dua macam, yakni; pengetahuan rasional dan pengetahuan tradisional.
a.       Pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang diperoleh dari kebaikan yang berasal dari pemikiran yang alami.
b.      Sedangkan pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang subjeknya, metodenya, dan hasilnya, serta perkembangan sejarahnya dibangun oleh kekuasaan atau seseorang yang berkuasa.



  1. KH. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan mengatakan bahwa, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari berpikir statis menuju pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Umat Islam dididik agar cerdas, kritis, dan memiliki daya analisis yang tajam dalam membaca dinamika kehidupan yang akan datang. Adapun kunci bagi kemajuan umat Islam adalah kembali pada al-Qur`an dan Hadits, mengarahkan umat Islam pada pemahaman ajaran Islam yang komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan untuk membentuk manusia Muslim yang berbudi pakerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang demi kemajuan masyarakatnya. Untuk mencapai tujuan ini, pendidikan Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama, untuk mempertajam intelektualitas dan memperkokoh spiritualitas peserta didik. Upaya ini akan terwujud jika proses pendidikan bersifat integral dan epistemologi Islam hendaknya dijadikan landasan metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan. [9]
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran al-Qur’an dan Hadits, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, dan menggambar. Sistem pendidikan yang dipakai beliau adalah klasikal, beliau ingin menggabungkan sistem pendidkan Belanda dengan sistem pendidikan tradisional secara integral.
Pandangan Ahmad Dahlan dalam pendidikan juga dapat dilihat dalam kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Dengan organisasi Muhammadiyah beliau berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi dan manajemen yang modern.
Dalam kegiatan dakwah beliau meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau berusaha meluruskan syariat Islam pada umat Islam yang melenceng ke arah sesat, Syirik dan Bid'ah. Beliau mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan Kejawen.
Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah ini, karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu, sekarang dikenal dengan nama Pramuka, dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.
Melihat metode pembaruan K.H Ahmad Dahlan ini, beliaulah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan ummat, tidak dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi. Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga konon belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama.[10]
Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
  1. KH. Hasyim Asy’ari
Pemikiran pendidikan K.H Hasyim Asy’ari sangat dipengaruhi dengan keahliannya dalam bidang hadist, fiqih, dan tasawuf. Pemikiran pendidikannya juga didorong oleh situasi pendidikan yang terjadi pada saat itu, dari kebiasaan lama yang sudah mapan ke dalam bentuk modern akibat pengaruh sistem pendidikan Barat yang diterapkan Hindia Belanda di Indonesia. Didukung dengan K.H Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, menuntut ilmu dan berkecimpungan langsung di dalamnya, serta interaksinya saat menuntut ilmu di pesantren-pesantren Jawa dengan para ulama di Mekah. Atas dasar pengalamannya, hal ini sangat mempengaruhi pola pikir dalam pendidikan islam.
            KH. Hasyim Asyari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan dan belajar adalah mengamalkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak dan merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah. Oleh karena itu, dalam upaya mencari ilmu pegetahuan seorang pelajar tidak sepantasnya menanamkan motivasi demi mencari kesenangan duniawi seperti pangkat atau jabatan, kekayaan, pengaruh, reputasi dan lain sebagainya[11]
            KH. Hasyim Asy’ari menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam di samping pemahaman terhadap pengetahuan adalah pembentukan insan islam kamil yang penuh pemahaman secara benar dan sempurna terhadap ajaran-ajaran Islam serta mampu mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten. Tujuan pendidikan ini akan mampu direalisasikan jika siswa mampu terlebih dahulu mendekatkan diri pada Allah SWT dan ketika proses dalam pendidikan berlangsung, dalam diri siswa harus steril dari unsur materialisme, kekayaan, jabatan dan popularitas. Dari sini tampak KH. Hasyim Asy’ari mengedepankan nilai-nilai ketuhanan. Dengan mengedepankan nilai-nilai tersebut, harapannya semua manusia yang dalam melaksanakan dan ikut dalam proses pendidikan selalu menjadi insan purna yang bertujuan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, sehingga mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
            Di samping itu dalam Islam, tujuan pendidikan Islam yang dikembangkan adalah mendidik budi pekerti. Oleh karenanya, pendidikan budi pekerti dan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sesungguhnya dari proses pendidikan. Pemahaman ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak memperhatikan terhadap pendidikan jasmani, akal, dan ilmu pengetahuan (science).
  1. KH. Abdurrohman Wahid
Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur lahir pada 4 Agustus 1940 di Jombang, Jawa Timur dengan nama lengkap Abdurrahman ad-dakhil putra pertama KH. Wahid Hasyim.
Konsep dan gagasan K.H Abdurrahman Wahid tentang pendidikan Islam secara jelas terlihat pada gagasannya tentnag pembaruan pesantren. Menurutnya, semua aspek pendidikan pesantren, mulai dai visi, misi, tujuan, kurikulum, manajemen dan kepemimpinannya harus diperbaiki dan disesuaikan dengan perkembangan zaman era globalisasi. Meski demikian, menurut Gus Dur, pesantren juga harus mempertahankan identitas dirinya sebagai penjaga tradisi keilmuan klasik. Dalam arti tidak larut sepenuhnya dengan modernisasi, tetapi mengambil sesuatu yang dipandang manfaat positif untuk perkembangan.[12]
Pendidikan Islam dalam perspektif Gus Dur merupakan sebuah kombinasi antara pemikiran pendidikan Islam tradisional dan pemikiran Islam yang diadopsi oleh pemikiran Barat modern. Sehingga mampu melahirkan sistem pendidikan dalam konsep pembaruan, sesuai dengan tuntunan zaman. Artinya, sistem pendidikan Islam merupakan sebuah perpaduan antara pemikiran tradisionalis dan pemikiran Barat modern, dengan tidak melupakam esensi ajaran Islam.[13]
Gus Dur juga berbicara tentang kurikulum pendidikan pesantren. Menurutnya kurikulum yang berkembang di dunia pesantren selama ini dapat diringkas menjadi tiga hal. Pertama, kurikulum yang bertujuan untuk mencetak para ulama di kemudian hari.Kedua, struktur dasar kurikulumnya adalah pengajaran pengetahuan agama dalam segenap tingkatan dan pemberian bimbingan kepada para santri secara pribadi yang dilakukan oleh guru atau kiai. Ketiga, secara kesel;uruhan kurikulum yang ada di pesantren bersifat fleksibel, yaitu dalam setiap kesempatan para santri memiliki kesempatan untuk menyusun kurikulumnya sendiri, baik secara seluruhnya maupun  sebagian saja.
            Selanjutnya Gus Dur juga menginginkan agar kurikulum pesantren memiliki keterkaitan dengan kebutuhan lapangan kerja, Untuk kalangan dunia kerja, baik dalam jasa maupun dalam bidang perdagangan dan keahliannya, pesantren harus memberikan masukan bagi kalangan pendidikan, tentang keahlian apa yang yang sesungguhnya dibutuhkan oleh lapangan kerja yang di era Globalisasi  seperti sekarang ini demikian cepat dan beragam.        
 Gagasan Gus Dur dalam bidang pendidikan Islam dapat dilihat pada karyangya yang berjudul Muslim ditengah pengumulan, dalam buku yang menampung 17 artikel ini, Gus dur mencoba menjelaskan berbagai masalah yang timbul dalam rangka merespon modernisasi sebagaimana tersebut di atas, dan masih banyak karya lagi.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pemikiran  pengembangan Ilmu Pendidikan Islam mengajak seseorang untuk berfikir analitis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam menghadapi berbagai praktek di bidang pendidikan untuk dikaji dan ditelaah lebih lanjut mengenai pemikiran dan teori-teori yang dibangun oleh para pendahulunya.
  1. Pemikiran imam Al Ghazali
pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat.
  1. Pemikiran Ibnu Khaldun
Pemikiran Ibnu Khaldun dalam bidang pendidikan meliputi tentang manusia didik, ilmu, metode pengajaran, dan spesialisasi
  1. Pemikiran KH Ahmad Dahlan
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan untuk membentuk manusia Muslim yang berbudi pakerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang demi kemajuan masyarakatnya.
  1. Pemikiran KH Hasyim Asy’ari
bahwa tujuan pendidikan Islam di samping pemahaman terhadap pengetahuan adalah pembentukan insan islam kamil yang penuh pemahaman secara benar dan sempurna terhadap ajaran-ajaran Islam serta mampu mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten.
  1. Pemikiran KH. Abdurrohman Wahid
Konsep dan gagasan K.H Abdurrahman Wahid tentang pendidikan Islam secara jelas terlihat pada gagasannya tentnag pembaruan pesantren. Menurutnya, semua aspek pendidikan pesantren, mulai dai visi, misi,

B.     Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini baik dari segi penulisannya maupun bahasanya. Oleh karena itu penulis mengharap kritikan yang membangun agar dapat menulis makalah makalah selanjutnya dapat lebih sempurna.




DAFTAR PUSTAKA

Ramayulis dan Nizar, Samsul. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam,
Padang:Quantum Teaching, 2005.
Ibnu Rusn, Abidin. Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, cet I, 1998.
Ihsan,Hamdani dan Ihsan, A fuad. Filsafat pendidikan Islam, Bandung: Pustaka
setia, 2007.
Jurdi, Syarifudin, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun,
POKJA: UIN Sunan Kalijaga, 2008.
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, cet. 2,2008.
http://id.wikipedia.org/wiki/ Biografi KH. Ahmad Dahlan - Pendiri Muhammadiyah,
posted By : Wink, 14 Desember 2011
Faisol, Gus Dur dan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2013.




[1] Prof. Dr. H. Ramayulis dan Dr. H. Samsul Nizar, M.A. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Padang: Quantum Teaching, 2005), 3.
[2] Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, cet I, 1998),56.
[3] Opcite,5.
[4] Hamdani Ihsan, dan A fuad Ihsan, Filsafat pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka setia, 2007),235-259.
[5] Prof. Dr. H. Ramayulis dan Dr. H. Samsul Nizar, M.A. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Padang: Quantum Teaching, 2005), 17.
[6] Opcite,20
[7] Syarifudin Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, (POKJA: UIN Sunan Kalijaga, 2008),17.
[8] Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana, cet. 2,2008),87.
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/ Biografi KH. Ahmad Dahlan - Pendiri Muhammadiyah, posted By : Wink, 14 Desember 2011
[10]  http://id.wikipedia.org/wiki/ Biografi KH. Ahmad Dahlan - Pendiri Muhammadiyah, posted By : Wink, 14 Desember 2011
[11] Prof. Dr. H. Ramayulis dan Dr. H. Samsul Nizar, M.A. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Padang: Quantum Teaching, 2005), 219,220.
[12] Faisol, Gus Dur dan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2013),37.
[13] Ibid.,

Comments

Popular posts from this blog

TIPOLOGI KITAB HADIS (Ulumul Hadis)

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dalam rentan waktu yang cukup panjang telah banyak terjadi pemalsuan hadits yang dilakukan oleh orang-orang dan golongan tertentu dengan berbagai tujuan.             Maka tidaklah mengherankan jika umat Islam sangat memberikan perhatian yang khusus terhadap hadits terutama dalam usaha pemeliharaan jangan sampai punah atau hilang bersama dengan hilangnya generasi sahabat, mengingat pada sejarah awal Islam, hadits dilarang ditulis dengan pertimbangan kekhawatiran percampuran antara al-Quran dan hadits sehingga yang datang kemudian sulit untuk membedakan antara hadits dan al-Quran. Dalam berbagai riwayat menyebutkan bahwa kalangan sahabat pada masa itu cukup banyak yang menulis hadits secara pribadi, tetapi kegiatan penulisan tersebut selain dimaksudkan untuk kepentingan pribadi juga belum bersifat massal. Atas kenyataan inilah maka ulama hadits berusaha m...

PENGERTIAN DAN PROSES PEMBUKUAN DAN PEMBAKUAN AL QUR’AN (Ulumul Quran)

BAB I PENDAHULUAN A.     L atar Belakang Masalah Allah Swt sebagai pencipta semua makhluk, terutama manusia. Dan Allah menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ”Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” [1]           Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw adalah agama yang menyempurnakan syariat-syariat agama terdahulu, Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang wajib kita pelajari dan kita amalkan.           Al Qur’an sebagai ajaran pertama dan utama umat islam. Selain itu Al Qur’an di turunkan oleh Allah kepada manusia sebagai petunjuk mencapai keselamatan dan Al Qur’an juga dapat menolong kita di akhirat nanti dan sangat penting bagi manusia untuk mengetahui pengertian dan proses terbentuknya Al Qur’an.           Secara...

Tarekat dan Tokoh-tokohnya

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Untuk mendekatkan diri pada tuhan maka harus menempuh jalan ikhtiar,salahsatu jalanihtiar yaitu dengan mendalami lebih jauh ilmu tasawuf ,untuk mengetahui sesuatu maka pasti ada ilmunya,banyak dikalangan orang awam awam yang kurang mengetahui tentangilmu mengenal tuhan (Tarekat). pengertian tentang tarekat yaitu,Tariqah adalah khazanahkerohanian (esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu pusaka keagamaan yangterpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum muslimin sertamemiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembinaan mental beragamamasyarakat.Masuknya tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketikawilayah Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatandakwah. Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab dan boleh jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M. Wilayah inimerupakan rute perdagan...